Chapter Name : An Angel's Ambition
Begitupun dengan pakaian kakinya, dia mengenakan kaos kaki yang hampir persis mirip dengan glove yang digunakan di tangan-tangannya. Yang ini, panjangnya mencapai 1 cm di atas lutut. Sementara itu, dia hanya menggunakan celana pendek dengan kantong-kantong yang cukup besar, segitu pendeknya sampai panjangnya hanya sekitar 1-2 inci menuju lutut.
Usai menata dirinya sendiri dan mengancingi kancing terakhirnya, dia mengenakan kalung yang diberikan ayahnya 13 tahun lalu... sebelum 1 bulan setelahnya, beliau meninggal dunia. Secara resminya, dia mengorbankan nyawanya untuk melindungi ratu sebelumnya, Queen Auria yang akhirnya juga mati dari sebuah insiden... dan Akane tidak berpikir lebih dalam lagi. Wajar, kematian seorang ayah sangat menyakitkan bagi keluarganya, apalagi yang saat itu usianya masih belia.
Keluar dari ruangannya, ibunya, mengenakan pakaian sehari-hari sudah menatap Akane dengan penuh perhatian. Di depannya, ada sebuah box yang tidak dibuka sampai sehingga 13 tahun, apa isinya?
"Anakku, kau benar-benar sudah bersiap?" Sebuah pertanyaan yang sangat lurus dari ibunya... Dan hanya ada satu jawaban untuk itu.
"Iya." Dengan jawaban itu, Akane balas menatap mata ibunya. Ini menunjukkan bahwa dia siap, tanpa rasa takut sedikitpun.
"Baiklah. Berarti kamu berhak untuk meneruskan jejak ayahmu." Izune membuka box itu perlahan-lahan. Meskipun debu mulai menempel ke rambutnya yang identik dengan rambut anaknya, mata dia tidak berkedip sekalipun.
"Ambil ini, peninggalan ayahmu. Dan selamat berjuang." Izune melemparkan anaknya 2 buah pedang yang masih disarungi penutupnya. Saat dipegang oleh Akane, entah kenapa kedua pedang itu terasa sangat ringan. Berkarat saja tidak.
"Ini adalah Yoshitsune, pedang yang diberikan langsung oleh almarhum Queen Auria yang ayah kamu, Shigenori gunakan sebelum dia juga menjadi almarhum." Saat mengatakan itu, Izune mulai menahan air matanya.
"Aku akan gunakan pedang-pedang ini dengan baik, supaya ayah yang di Atas sana bisa senang... Tapi bu, aku bukannya tidak menghormati ayah. Tapi, aku tidak akan meneruskan jejak ayah... Karena aku akan membuat jejakku sendiri!" Matanya binar-binar, bukan karena nostalgia, tapi karena ambisinya yang meluap.
"Kalau begitu, buktikan bahwa kamu bisa membuat jejakmu sendiri!" Tidak marah, tapi, ibunya justru merasa terhibur. Justru karena senang anaknya bisa tumbuh sehebat ini, ia jadi ingin menguji anaknya.
Akane hanya mengangguk. Dan setelah beberapa waktu, keduanya keluar ke lapangan bebas yang cukup luas. Cocok untuk latihan sparring.
"Nah, kamu sudah melewati acara Coming of Age, bukan? Kalau begitu, segera keluarkan sayapmu!" Ibunya memperagakan caranya bagaimana. Mudah sekali, hanya berpikir, dan sayapnya keluar.
"Begini? Soalnya sampai setahun ini belum pernah buka, sih." Menatap ke langit, dan matanya terpejam, Akane pun bisa mengepakkan sayapnya dengan sempurna. Sayapnya yang putih seputih langit agak kontras dengan sayap ibunya yang agak kemerahan. Bisa dibilang, agak merah derah atau 'crimson'.
Keduanya mulai terbang di tempat, mengumpulkan supaya dapat merasakan angin. Dan keduanya mulai saling mengitari, mencari celah untuk menyerang.
"Kamu tau, sebenarnya ibu sudah sangat menunggu harinya kamu bilang itu. Itu menunjukkan bahwa kamu punya mimpimu sendiri. Tidak kusangka, hari itu datang begitu cepatnya." Izune mulai menatap ke bawah, sambil tangan kanannya berpegang kepada rapier yang masih disarungi di pinggang kirinya.
"Ibu..." Akane melamun, konsentrasinya mulai lepas, meskipun kedua tangannya sudah berpegang erat kepada dua pedangnya yang memberikan cahaya dari mata pedangnya. Dan tiba-tiba, Izune mulai menikam dengan menusuk badannya, Akane beruntung mampu menangkis dengan pedang yang di tangan kanannya dengan reflek.
"Meskipun apa yang ibu tadi bilang itu serius, tidak ada waktu untuk melamun di sebuah pertandingan!" Kata-kata itu langsung masuk kedalam hati Akane. Dia tau, yang melamun akan mati muda. Dan belum saatnya untuk dia mati segitu cepat.
"Baiklah, kalau begitu... Aku juga akan konsentrasi penuh!" Matanya Akane langsung terbuka penuh, fokusnya hanya tertuju ke ritmik pergerakan ibunya. Serangan-serangan Izune, meskipun cepat dan menusuk, semuanya mampu ditangkis dengan baik dengan menghitung ritmiknya. Kapan waktunya menentukan tangan mana yang menangkis.
Dan akhirnya, Akane mulai memutar sambil terbang makin ke atas. Rencananya, dia akan melakukan sebuah dash dan menukik Izune dari tepat di atasnya. Seharusnya akan berhasil, karena matahari mampu menghalang pandangan.
Rencananya berhasil... sebelum saat siap menyerang, Izune tiba-tiba lenyap dari pandangan, entah kemana. "Apa?" Akane heran, dia mencari ke semua arah, dan ibunya tetap tidak terlihat.
Dan saat itu, ia mulai lengah, dan... "Phantom Blink!" Izune muncul dari arah matahari yang baru terbit dan langsung muncul untuk menyerang. Kali ini, ada sebuah perbedaan dalam caranya memegang Rapier dia. Hebat juga dia mampu memegang sebuah pedang sepanjang 1m seperti sebuah Dagger (pisau belati). Dalam sekejap, secara horizontal Rapiernya sudah didepan leher Akane yang belum sempat menghindari.
"Akane, apa motto yang ayah ajari?" Izune menanya dengan penasaran, tanpa menghiraukan kumpulan penonton yang sudah datang. Mereka... dianggap sedang berlatih untuk sebuah pertunjukkan.
"Move with your mind..."
"In order to move with your body! Itulah rahasia jurus Phantom Blink ini!" Setelah Izune berkata, Akane pun juga tidak terlihat. Berarti, dia sudah berhasil meniru gerakannya. Dengan hanya sekali dipraktekkan, malah. Dan sekarang, keadaan telah berbalik. Izune pun merasakan cahaya yang dibentangkan pedang besi 55 cm yang seperti Katana, tapi tidak berkurva sedikitpun seperti pedang-pedang Eropa yang sekarang digunakan Akane itu.
"Aku kalah. Hebat sekali, kamu mampu belajar begini cepatnya." Izune mengaku kekalahan, meskipun sebenarnya masih jauh. Tapi biarlah, anda tidak akan bisa selesai belajar semuanya dalam satu hari.
"Sebenarnya belum, kan?" Akane menjawab dengan tersenyum, sambil memutar-mutarkan kedua pedangnya sebelum dimasukkan kembali kedalam sarungnya masing-masing.
"Belum, sebelum kamu kembali lagi. Dan jika saat itu datang, kamu pasti sudah berkembang menjadi anak yang baik." Dalam ekspresi wajahnya, hanya terlihat keyakinan bahwa anaknya bisa berkembang.
"Pasti. Aku akan kembali." Mendengar kata itu, ibunya mengelus-elus kepalanya. Melihat adegan itu, para penonton pun ikut terharu. Sebuah drama sedang terjadi di bentangan langit yang mereka lihat. Dan angin pun berhembus dengan sepoi-an pagi, seolah ikut menjawab.
"Baiklah kalau begitu. Selamat jalan, Akane, kejarlah mimpimu!" Perlahan-lahan, ibunya menutup sayapnya kembali, dan semakin lama, bayangan seseorang makin menjauh. Itulah bayangan seseorang yang akan merubah dunia ini. Melewati bangunan-bangunan berlantai 2 sampai 3 serta gumpalan-gumpalan awan, bayangan itu tidak pernah sekalipun menatap kembali, sampai akhirnya hilang dari pandangan.
Trivia - "Move with your mind, in order to move with your body." Berasal dari sekolah Yagyu Shinkage-ryu (Yagyu New Shadow School).
Next Chapter - The Romantic Lone Wolf
Sky : Sepertinya saya cukup kurang dalam battle description... Apa karena saya mungkin lebih cocok dalam novel writing? Apa saat ini plotnya berjalan terlalu lambat? Maaf kalau begitu, soalnya saya masih nubi (__)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar